jeffry elferialdy

jeffry elferialdy

Sabtu, 02 April 2011

Penyusutan dan Amortisasi

Bagaimana cara penyusutan harta berwujud?

  • Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dengan metode garis lurus (straight-line method) dan atau metode saldo menurun (declining balance method) secara taat azas.
  • Khusus bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus.
  • Penyusutan untuk pertama kali dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
  • Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
  • Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali (revaluasi) adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
  • Tabel masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud:
  • Menteri Keuangan menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud dan ketentuan khusus mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu.
  • Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta atau pada tahun terjadinya penggantian asuransi atas persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
  • Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

Bagaimana cara amortisasi harta tak berwujud?

  • Amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode garis lurus (straight-line method) dan atau metode saldo menurun (declining balance method) secara taat azas.
  • Tabel masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak berwujud: Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi
Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
  • Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi.
  • Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
  • Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun.
(contoh )
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan yang mempunyai potensi 10.000.000 ton kayu sebesar Rp 500.000.000,00 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut paling tinggi adalah 20% dari pengeluaran atau sebesar Rp 100.000.000,00.
Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi.
Pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya, biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak lainnya, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumla yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
(contoh)
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 500.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp 300.000.000,00.
Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut dan pembukuannya adalah sebagai berikut: Harga perolehan Rp 500.000.000,00 Amortisasi yang telah dilakukan : 100.000.000 / 200.000.000 barel (50%) Rp 250.000.000,00 Nilai sisa buku harta Rp 250.000.000,00 Harga jual harta Rp 300.000.000,00 Dalam pembukuan, nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00 dicatat sebagai kerugian sedang harga jual sebesar Rp 300.000.000,00 dicatat sebagai penghasilan.
  • Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah berupa harta tak berwujud yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar